Wednesday 15 February 2017

Aku Mau Es Krim

Siang ini saya menemani Riyadh bermain di luar bersama anak-anak yang seusia dan yang lebih besar darinya. Ada yang sedang asyik main tanah, mobil-mobilan dan lainnya.


Fokus bermain seketika terhenti saat pedagang es krim lewat ke hadapan mereka. Kebanyakan anak-anak jajan saat itu. Riyadh yang masih selesma dan badannya hangat pasca imunisasi, saya pantang makan es seperti teman-temannya, karena bisa memperberat sakitnya.


Riyadh mendekati saya lalu babbling dan menunjuk ke es krim tersebut, pertanda dia mau es krim juga. Saya coba membangun eye contact dan mentransfer feeling saya  sambil memeluk dan berbisik pada si kecil,


“Riyadh masih sakit… masih pilek… kalo sudah sembuh boleh minum es… jajannya yang lain aja ya… nggak es dulu…”


Masih babbling mau es… saya ulangi perkataan tadi lebih berenergi dan konsisten lagi.


Terdengar orang tua lain berteriak agar anaknya tidak jajan es karena sudah 10 kali jajan es. Tapi si anak tidak mendengarkan ibunya tersebut, meski suara ibunya keras, dan mimik muka marah. Tapi si anak malah merebut es temannya lebih dulu, tidak mau antri. Akhirnya sang ibu pasrah melihat anaknya menyeruput esnya.


Lain lagi dengan seorang anak yang sedang flu sama seperti Riyadh. Ia dilarang ibunya beli es, tapi melarangnya dengan teriakan dan ancaman pukulan. Akhirnya si anak tantrum dan dibawa pulang sambil menangis meraung-raung.


Dari fakta di lingkungan dan dari kuliah bunsay IIP ini saya belajar bagaimana pentingnya dan efektifnya komunikasi produktif untuk diterapkan pada anak. Alhamdulillah Riyadh bisa tenang dan tidak tertarik beli es krim karena faham bahwa saya melarangnya.


Saat melarang itu tidak harus dengan kemarahan, teriakan bahkan disertai ancaman, buat apa jika akhirnya diacuhkan anak bahkan justru melukai jiwa si anak?


Ah… terima kasih semua, terima kasih IIP atas ilmu dan hikmahnya… 😊


#hari6
#tantangan10hari
#komunikasi produktif
#kuliahbunsayiip

No comments:

Post a Comment