Sunday 7 January 2018

Review #2 MEMBANGKITKAN FITRAH SEKSUALITAS

Berita yang paling mencuat diakhir tahun ini yang sangat mengguncangkan hampir semua keluarga adalah berita berita yang berseliweran tentang meluasnya LGBT dan zina akibat ditolaknya Judicial Review di MK, terhadap beberapa pasal dari KUHP kita yang sudah terlalu tua untuk disesuaikan dengan kenyataan yang ada sekarang ini dimasyaraat kita. 


LGBT singakatan dari Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender. Dewasa ini LGBT dipakai untuk menunjukan seseorang atau siapapun yang mempunyai perbedaan orientasi seksual dan identitas gender berdasarkan kultur tradisional, yaitu heteroseksual. 

Lebih mudahnya, orang yang mempunyai orientasi seksual dan identitas non-heteroseksual seperti homoseksual, biseksual, atau yang lain dapat disebut LGBT.


Riset banyak membuktikan bahwa anak anak yang tercerabut dari orangtuanya atau ketiadaan figur Ayah dan Ibu pada usia dini baik karena perang, bencana alam, perceraian,  kekerasan/pelecehan terhadap anak, pedofil, sex bebas dikalangan anak dan remaja, kecanduan pornografi, tontonan dan game.


Anak akan banyak mengalami gangguan kejiwaan, sejak perasaan terasing (anxiety), perasaan kehilangan kelekatan atau attachment, sampai kepada depresi. Kelak ketika dewasa memiliki masalah sosial dan seksualitas seperti homoseksual, membenci perempuan, curiga pada hubungan dekat sampai ke LGBT.

Untuk menghindari hal tersebut diatas, figur Ayah dan Ibu harus ada sepanjang masa mendidik anak anak sejak lahir sampai aqilbaligh, tentu agar fitrah seksualitas anak tumbuh indah parupurna.

Pendidikan fitrah seksualitas berbeda dengan pendidikan seks. Pendidikan fitrah seksualitas dimulai sejak bayi lahir.

Fitrah seksualitas adalah bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bersikap sesuai dengan fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati.
Pendidikan fitrah seksualitas tentu berbeda dengan pendidikan seks.
Memulai pendidikan fitrah seksualitas tentu pada awalnya tidak langsung mengenalkan anak pada aktivitas seksual, seperti masturbasi atau yang lainnya.

Ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai pada pendidikan fitrah seksualitas ini.



Pertama, membuat anak mengerti tentang identitas seksualnya.

Anak bisa memahami bahwa dia itu laki-laki ataupun perempuan.
Anak sudah harus bisa memastikan identitas seksualnya sejak berusia tiga tahun.
Orangtua mengenalkan organ seksual yang dimiliki oleh anak.
Ada baiknya dikenalkan dengan nama ilmiahnya, misalnya vagina pada perempuan atau penis pada laki-laki.
Mengapa harus nama ilmiah? Ini menghindarkan pada pentabuan.
Selama ini pembicaraan seputar seksuitas dianggap tabu oleh masyarakat.
Karena penjelasannya seringkali tidak secara ilmiah.
Hal yang tabu ini bisa mendorong anak untuk mencari-cari secara sembunyi-sembunyi.
Dan ini pada akhirnya akan memulai datangnya masalah penyimpangan seksual pada anak.
Orangtua harus menjadi pihak pertama yang secara jujur dan terbuka dalam menyampaikan hal yang berkaitan dengan organ seksual anak.
Sehingga anak akan mampu dengan jelas memahami identitas seksualnya.

Kedua, mengenali peran seksualitas yang ada pada dirinya.

Anak mampu menempatkan dirinya sesuai peran seksualitasnya.
Seperti cara berbicara, cara berpakaian atau merasa, berpikir dan bertindak.
Sehingg anak akan mampu dengan tegas menyatakan "saya laki-laki" atau "saya perempuan".

Ketiga, mengajarkan anak untuk melindungi dirinya dari kejahatan seksual.

Ketika anak sudah lancar berbicara dan mulai berkativitas dengan peer groupnya di luar rumah, maka orangtua perlu mengajarkan tentang area pribadi tubuhnya.
Area pribadi tubuh adalah bagian tubuh yang tidak boleh dipegang oleh orang lain, kecuali untuk pemeriksaan atau untuk dibersihkan.
Hanya orangtua ataupun dokter yang boleh memegang area pribadi ini.

Ada empat area pribadi yaitu anus, kemaluan, payudara dan mulut.

Dengan demikian anak akan waspada kepada pihak-pihak yang akan melakukan kejahatan seksual padanya.

Menumbuhkan Fitrah ini banyak tergantung pada kehadiran dan kedekatan pada Ayah dan Ibu. 

Jadi dalam mendidik fitrah seksualitas, figur ayah ibu senantiasa harus hadir sejak lahir sampai AqilBaligh. 

Sedangkan dalam proses pendidikan berbasis fitrah, mendidik fitrah seksualitas ini memerlukan kedekatan yang berbeda beda untuk tiap tahap. 

Pada diskusi sebelumnya telah dibahas tentang pentingnya membangkitkan fitrah seksualitas anak. 

Maka ijinkan kelompok 1 Bunsay materi #11 membahas tentang bagaimana cara membangkitkan fitrah seksualitas pada anak.

Membangkitkan fitrah seksualitas anak bisa dimulai sejak mereka dilahirkan.
Pada framework pendidikan berbasih fitrah, membangkitkan fitrah seksualitas pada anak berbeda menurut tahap usia anak masing-masing.

Ada tiga tahapan usia anak yaitu 

tahap pra latih (0-2 tahun dan 3-6 tahun), 

tahap pre aqil baligh 1 ( 7-10 tahun) dan 

tahap pre aqil baligh 2 ( 11-14 tahun).




1. Tahap Pra Latih



* Usia 0-2 Tahun
Pada usia ini anak harus dekat dengan ibunya, karena terdapat proses menyusui.
Ibu menyusui anaknya.
Menyusui bukan sekedar memberi ASI.
Artinya ketika menyusui ibu memberikan perhatian secara penuh kepada anaknya.
Tidak melakukan aktifitas lainnya saat menyusui.

* Usia 3-6 tahun
Di usia ini anak harus dekat dengan kedua orangtuanya.
Sosok ayah dan ibu harus hadir agar anak memiliki keseimbangan emosional dan rasional.
Kedekatan kedua orangtua akan membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok laki-laki dan perempuan.
Dan pada akhirnya anak akan bisa menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya.

Anak sudah bisa memastikan jenis seksualitasnya.
Mereka dengan mantap mengatakan  " saya perempuan " atau " saya laki-laki ".

2. Tahap Pre Aqil Baligh 1 (7-10 tahun)



Pada usia ini anak laki-laki lebih didekatkan kepada ayah.
Mengapa? Karena usia ini egosentris anak bergeser ke sosio sentris.
Ayah membimbing anak lelakinya untuk memahami peran sosialnya.
Caranya bisa mengajak anak untuk mengikuti shalat berjamaah di masjid.
Melakukan kegiatan pertukangan bersama.
Atau menghabiskan waktu di bengkel.
Selain itu, ayah juga menjelaskan tentang fungsi reproduksi yang dimiliknya.
Misalnya konsekuensi sperma bagi seorang laki-laki.

Begitupula sebaliknya, di usia ini anak perempuan lebih didekatkan pada ibunya.
Ibu membangkitkan peran keperempuanan dan keibuaan anak.

Misalnya memberi pengetahuan akan pentingnya ASI (Air Susu Ibu).
Agar kelak anak perempuan akan melaksanakan tugas menyusuinya dengan baik.
Mengajarkan tentang pentingnya pendidikan bagi seorang ibu.
Seorang ibu haruslah terdidik, sebab ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Melibatkan anak dalam mempersiapkan hidangan yang begizi bagi keluarga.

Dan ibu menjadi tempat pertama yang menjelaskan tentang konsekuensi adanya rahim bagi perempuan.

3. Tahap Pre Aqil Baligh 2 ( 11-14)




Usia ini adalah puncak perkembangan fitrah seksualitas.
Pada usia ini anak laki-laki akan mengalami mimpi basah, sedangkan anak perempuan akan mengalami menstruasi.
Mereka juga mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenis.

Langkah pertama yang harus dilakukan orangtua dalam membangkitkan fitrah seksualitas pada usia ini adalah memberikan mereka kamar terpisah.

Di usia ini anak laki-laki harus lebih dekat pada ibunya.
Tujuannya, agar dia mampu memahami dan memperhatikan lawan jenisnya melalui kacamata perempuan.
Sehingga kelak dia akan tumbuh sebagai laki-laki yang bertanggungjawab dan penuh kasih sayang.

Anak perempuan pada usia ini harus lebih dekat dengan ayahnya.
Ayah menjadi cinta pertamanya.
Ayah menjadi sosok ideal dimatanya.
Menjadi tempat mencurahkan segala keluh kesah.
Kedekatan ini membuat anak perempuan bisa memahami bagaimana laki-laki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan sesuai persepsi laki-laki.

Pertanyaan kemudian adalah bagaimana setelah usia 14 tahun?
Pasca usia 14 tahun anak bukan lagi anak.
Mereka adalah individu yang setara.
Tugas orangtua sudah selesai di usia ini.
Sebab jumhur ulama sepakat usia 15 thn adalah usia aqil baligh.
Asnak sudah bertanggungjawab pada dirinya sendiri.

Selamat mendidik dan membersamai ananda.
Bersabarlah karena kita hanya memiliki waktu selama 14 tahun.
Setiap anak lahir dengan fitrahnya masing-masing.

Tugas orangtua adalah membangkitkan fitrah yang dimiliki anak, agar fitrah-fitrah tersebut mampu berkembang optimal.

#Fitrahseksualitas
#Sinyo,AnakkubertanyatentangLGBT
#bundasayanglevel11
#Elly Risman, Resolusipengasuhan2018

#BundaSayang #IIP untuk #GameLevel11 #Hari2 

No comments:

Post a Comment