Teman-teman Farah menyangka kalau Farah masih
tidur. Karena ketika mereka memenuhi panggilan juru piket masak, cuma Farah
yang tidak terlihat batang hidungnya. Padahal para juru tersebut memberitahu
sarapan sudah siap sambil berteriak: “Heyyyyyy yang di atas… turun!”, “Kamar
bawah, kamar atas,, sarapan siap nih…” atau, “Semua…. ayo makan! Makan! Makan!
Makan!” sambil memukul perkusi sendok, piring dan wajan, berbunyi
klentrang-klontreng membuat gaduh.
Walau
gaduh begitu, Farah sedikit pun tak bergerak, ia tak beranjak dari kasur
lantainya untuk keluar dari kamar, sekedar menyahut mereka, membalas dengan
teriak “Jangan Berisiiiiiiikkkkkk!”. Farah cuek saja bukan karena ia tak lapar,
tak mau sarapan. Tapi ada hal lain yang perlu ia perhatikan. Memperhatikan
jalan pikiran dirinya dan temannya, sambil pura-pura tidur.
Dia masih
mengingat-ingat kejadian malam tadi tentang percakapannya dengan
teman-temannya. Ia kaget, tidak mengerti, tidak memahami dengan jalan pikiran
salah satu temannya yang baru ia kenal kurang dari 1 minggu ini, di sini, di
lokasi KKN. Selama ini ia melihat temannya itu seorang gadis yang cantik,
putih, bersih, menarik, aktif, pinter, mudah bergaul, dan suka bercanda/humor.
Tapi siapa sangka, kalau sebenarnya dia seorang fart lover (penyuka
kentut). Memang Farah tak menampik kalau dia suka kentut juga. Karena semua
orang, setiap manusia atau makhluk lain yang memiliki perut dan dubur pasti
suka kentut. Cuma yang membedakannya adalah, teman Farah itu suka sekali
mengeluarkan kentut baik saat mereka sedang tidur, ngobrol, masak, jalan-jalan,
dll. Yang membuatnya sebel, dia malah melarang Farah untuk merasa terganggu
dengannya, tidak menerima protes, ia minta untuk bisa menghargai orang-orang
yang kentut. “Lho, bukannya kebalik? Orang yang mau kentut harusnya menghargai
kenyamanan orang lain, bukan?”, pikirnya.
Ingatan
Farah merangkak mundur menuju hari disaat mereka mulai akrab satu sama lain,
antusias berkenalan lebih dalam lagi, intens lagi. Saat itu di kamar (lantai
bawah), mereka berempat saling curhat. Sedang khusyu-khusyunya mereka bicara
satu sama lain, seseorang memotong pembicaraan mereka dan merusak suasana.
“Eh,
bentar…. bentar….”, isyarat temannya yang bernama Anggun Prameswati itu, mereka
berhenti bicara.
Tiba-tiba bunyi BRUT…BRUUTTT…BRRRUUUUUUTTTTT….
Jleb.
Farah kaget dengan bunyi tersebut.
Ia bangkit dan teriak,
“Arrgghh….
Angguuuuuuuunnnnn….!!!!!”, sambil kabur keluar kamar. Teman-teman lainnya pun
terusik. Kamar jadi berisik.
“Hehehehehe…”,
Anggun terdengar cekikikan innocent. Farah mengambil segelas air minum, lalu
balik ke kamar melabrak Miss fart lover tersebut.
“OMG,
please Gun… kalo kamu mau kentut, keluar donk jangan depan kita-kita”, Farah
memulai.
“Kalo
udah gak tahan gimana?”
“Ya
bilang-bilang dulu donk, ucapin kata “punten” dulu kek”, balasnya naik.
“Teh,
kalo aku bilang “punten” gitu, ntar teteh bilang “jangan! Jangan kentut!”. Nah,
jadinya kentutku ga mau keluar, malah masuk lagi ke perut”, jawab Anggun sambil
cengengesan.
“Tapi kan
kamu perempuan, masak kentutanya dikeluarin kayak gitu?”
“Emang
kenapa kalo perempuan? Kentut tidak berhubungan dengan masalah gender teh…
kalau mau kentut mah ya tinggal kentut saja. Lagipula mau cewek ataupun cowok
pasti mengeluarkan gas itu. Selama mereka punya usus besar dan dubur”, paparnya.
“Tapi
kamu jangan cuek kayak cowok donk. Mereka udah ditakdirkan Allah untuk tebel
muka”, jawab Farah, ngarang.
“Teh,
kalo kentut aku ditahan, aku bisa kembung, mulas, jadi susah BAB atau
kejang perut”, lanjutnya ngeyel “Kalau ditahan, bau gas bisa bertambah
bau. Soalnya akumulasi gas dan senyawa terus bertambah dan mengendap di dalam
perut bercampur dengan bakteri-bakteri jahat yang membuat gas jadi membusuk.
Makanya, orang yang sering nahan kentut, baunya jauh lebih astaga daripada yang
suka dat-dit-dut jujur”.
“ Tapi,
ini , tentang estetika, Anggun”, tegas Farah naik.
“HEY
sudah kalian! ribut mulu!!”, tengah Diana, teman sekamarnya. “Kalo aku sih gak
masalah kalo ada yang kentut asal kentutnya jangan bau, kalau bau pasti
ngeganggu orang, enek dong, hueks”, akunya.
Cepat-cepat
direspon Anggun, “Enggak teh, tenang, aku suka kentut, tapi kentut aku
gak pernah bau. Coba aja cium”, sarannya.
“Idiiiihh”,
cibir teman-temannya.
“Aku sih
sok aja…. Kalo diantara kalian mau buang gas, asal tidak mengeluarkan bau, dan
tidak sedang makan. Tenang aja, aku bisa ngertiin kok. Soalnya, kadang-kadang
aku suka kentut gede juga, hahaha”, aku teh Mira sambil ketawa puas.
“Wahh…. Teh Diana sama teh
Mira orangnya asik niiihhh… seneng bisa kenal kalian…”, puji Anggun.
“Terus,
aku gak asik geto?”, tannya Farah.
“Assiiikk
juga sih… asik kalau teteh ga suka protes dan mau dengerin kentut akuuu…
hahahaha”, jawabnya ngakak.
Hmmmm….Kalau
aku memanfaatkan senioritasku, sudah aku jitak dia!, sayangnya aku mau dikenal
sebagai senior yang bijak dan baik hati, kali ini aku maklumi dia. Farah
membatin.
***
Pura-pura
tidur tadi malah membuat Farah jadi ngantuk beneran. Berada di kamar sendirian,
ia mulai lupa dan tak berselera untuk sarapan. Tiba-tiba seseorang masuk kamar,
dan kentut besar sekali tepat di belakangnya.
Duuuuuut…. Duuuuuttttttt………. 2x bunyi!
Antara
setengah sadar dan setengah tidur, ia bisa mendengar gas keluar dari pantat
seseorang, Ingin Farah berontak karena jijik dan risih dengan suaranya. Tapi
apa daya, ia cuma bisa mengusap dada “Astagfirullah….”, sambil pujinya.
“Anggun,
kamu kentut gede banget”, kritik Diana. “Lho, itu ada Farah!!”, teriak Diana
sambil menunjuk Farah yang tidur di belakang pintu.
“Waahhahahaha….
Farah di-BOM sama anggun!, hahaaha….”, ekspresinya terdengar sampe ke seluruh
penjuru rumah.
“Hah??
Serius teh… aku ga tau ada teh Farah di kamar”, jelas Anggun nyantai.
***
Siang
itu, Farah dan Diana kebagian tugas melakukan penjajagan. Mereka harus mendata
keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera di wilayah RT 1. disepanjang perjalanan,
mereka asik bercengkrama satu-sama lain.
“Gimana rasanya, jadi
tempat pembuangan gas Anggun?”, ledek Diana menyinggung kejadian pagi tadi.
“Saya ill
feel sama dia”, jawabnya mematut.
“Dia itu
tak seanggun namanya ya?”, Tanya Diana. Kening Farah mengerut. Maksudnya? Apa
Diana berfikiran sama dengannya?
“Kamu
fine-fine aja kan sama dia? Kamu ga terganggu dengan dat-dit-dut Anggun?”
Diana
memonyongkan bibirnya. “Kata siapa?”
“Anggun
itu cantik, putih, bersih, rapi, tapi aura kencantikannya itu lenyap seketika
karena sikapnya yang suka kentut sembarangan itu”, papar Diana.
“Aku
sih gak apa-apa, gak masalah, emang dia itu orangnya asik aja, cuek. Bahkan di
depan cowoknya aja dia ngaku suka kentut kan?”
“Iya,
padahal kan kita jaim di depan orang-orang special kita”.
“Emang
kentutnya gak bau sih. Tapi walaupun gitu, aku sih gak mau kentut di hadapan
kalian. Image itu pentinkg menurutku. Terlebih aku gak mau mengganggu
orang-orang di sekelilingku”, papar Diana.
“Yap,
setuju”
Farah
mulai berfikir, mungkin karakter inilah yang sekarang terjadi di masyarakat.
Wanita zaman sekarang sudah mulai terkikis rasa malunya. Padahal malu itu
adalah keanggunan yang ada dalam diri wanita.
***
Hari itu,
Farah merasa khawatir dengannya. Tadi siang peserta KKN dikirimi ubi Cilembu
dan jagung manis oleh seorang warga. Kebetulan di desa ini banyak sekali
tanaman itu. Kebanyakan warga di sini telah melakukan pemanfaatan lahan
pekarangan (PLP) dengan menanam buah-buahan, sayuran, dan umbi-umbian di
pekarangan rumah mereka. Anak-anak KKN ada yang menyebut desa ini surga,
mau apa aja tinggal petik, ga usah beli, mau bayam,kangkung, cabe, anggur,
mangga, tinggal TIK (petik)…. Padahal surga tidak hanya identik dengan
banyaknya pepohonan dan buah-buahan, sungai-sungainya kan jernih bahkan isinya
arak atau susu. Nah di desa ini? Sungainya kotor, banyak sampah, mana ada surga
sungainya kayak gitu? Ngaco…
Katanya,
keberhasilan program PLP ini tidak terlepas dari kepala desa yang katanya
seorang insinyur pertanian lulusan IPB yang saat ini profesinya sebagai dosen
yang sekaligus kepala desa. Unik banget deh, ada dosen yang mau jadi Kepala
Desa. Ilmunya bener-bener namplok dipraktekin. Subhanallah keren.
Nah,
karena dikirimi ubi Cilembu, anak-anak KKN mengoven ubi tersebut dan penyuka
asin manis, mereka membakar jagung.
Tentu
Farah lebih memilih jagung bakar dari pada ubi Cilembu. Farah takut kalau
kentutnya bunyi gede. Ia ngiler saat membayangkan menyantap jagung bakar panas
dengan olesan mentega dan saus tomat. “Asin pedas gitu rasanya…nyam..nyam...”.
Tentu
saja Anggun pasti memilih ubi Cilembu. Dia bilang sih udah lama banget ga makan
itu. Terus dia ga nafsu melihat jagung, karena orang tuanya punya lahan jagung
juga. Dalam benak, Farah menyangka, dia mau bikin BOM lagi mungkin, terus diletusin
ke dia lagi. Tapi ah… I don`t care…mau kentut juga, terserahhh…
yang jelek ya dia, yang bagus ya aku… yang penting, prinsipku, wanita harus
tetap anggun meski saat kentut, batinnya.
Setelah shalat magrib
berjama`ah di mesjid, dan akan dilanjutkan dengan membaca surat yasin, ternyata
efek dari makan ubi Cilembu itu perlahan mulai bereaksi. Anak-anak beriringan
mengambil air wudhu. Anggun berbisik pada Farah,
“Teh aku
mules nih pengen kentut”
“Tinggal
kentut aja yang gede”, jawabnya ringan.
“Apaan,
ini di mesjid teh, aku gak berani, ntar kalo berisik gimana?”
“Kok,
tumben. Biasanya kamu gak pake mikir, langsung dat-dit-dut ajeh”
“Idiiihhh….
Aku juga tau diri kaliii… kadang-kadang”, jawabnya sambil cengengesan.
Tapi ia
gusar, Farah yang tidak makan ubi, sudah beberapa kali menahan kentut.. Ia
lupa, kalau selain ubi, jagung adalah umbi-umbian yang bisa menghasilkan gas
banyak ketika dicerna dalam tubuh. Makanya Farah merasa pegen banget kentut.
Tapi tetap ia tahan.
Baru
setelah pulang dari mesjid, Farah buru-buru pulang. Ia masuk kamar dan
cepat-cepat minum segelas air, karena perutnya sudah gak karuan. Mau tidak mau,
dia harus BAB. Tidak ada siapa-siapa, simpulnya. Ia memotivasi perutnya agar
lekas kentut. Dan Brruuttt…bruuttt…bruuuttttt. Gas pun keluar, tubuhnya merasa
terelaksasi. Maklum, Farah telah seminggu mengekang suara kentutnya.
Alhamdulillah…. Lega….. Tapi setelah dicium-cium agak sedikit bau sih…
‘Iiiiihhhhh….
Farah bau….”, terdengar suara Diana di kesunyian kamar. Dia sedang asik main
hp. Farah kira semua orang pergi ke mesjid, ia tidak melihat ada Diana di
kamar, sosoknya terhalang oleh rak buku di bibir pintu.
Alamak!
Farah
jadi mati kutu. Ouch!
Usahanya untuk tetap anggun
ternyata gagal, prinsipnya tanpa sengaja dia langgar sendiri. Ohh… Diana, entah
bagaimana respon setelahnya... Kentut benar-benar sebuah penciptaan yang apa
adanya, yang tak bisa dibuat-buat, atau direka-reka. Tak bisa dilenyapkan, cuma
bisa ditunda. Pada saat tertentu masih bisa terlihat anggun, pada saat yang
lain tidak bisa… Farah menyerah… []
Cirebon, 29 Juni 2012
*teruntuk Anggun, kentutmu mengalihkan
duniaku…:-)
Teh Ika saya suka ceritanya tapi ini cerita benar atw fiktif
ReplyDeleteKombinasi antara keduanya. hehe... :-)
ReplyDeleteaku pgn knl sm mb anggun... itu cwe langka bangettt...brani menjadi biru diantara hijau.. :D
ReplyDelete:D
DeleteSama bro
DeleteYah... Ini Anggun mirip banget sama Temen KKN aku juga dl, ya gitu.. Suka sendawa dan beberapa kali kentut bunyi..
ReplyDeleteTapi itu cowo yg suka sama dia antri.. Aneh..
Namanya Inge..
Thx buat mengingatkan masa 15 taun lalu mba..
sama2 mas Andri. Berarti wanita spesies kayak gini banyak ya di dunia ini... betul banget laki-laki yang ngantri ke temanku itu juga banyakk... ckckck... :-D
DeleteAda cerita cewek kentutt lagi nggk?, soalnya aku baru tau
ReplyDeleteBtw,aku juga fart lover