Saturday 25 August 2012

Expresi Penonton yang Double Kecewa

Malam ini aku menonton film “Fetih 1453”. Aku menonton dengan cara yang berbeda. Bukan nonton di bioskop, bukan nonton depan computer/ laptop, bukan pula di depan layar TV (ini mah ga bisa kale…). Tapi aku nonton sambil nobar-an alias layar tancep-an di depan rumahku bersama keluarga dan para tetangga. kebetulan a Sesep sudah meminjam in focus untuk kegiatan syarikah besok, entah apa kegiatannya? Denger-denger sih acara Jalasah Muna Ikhwan, (Bentuk acaranya, aku gak tau ;P). Dan kebetulan ada netbook punyaku. Jadinya kita serumah bisa nobar-an deh.
Aku dan keluarga sih antusias banget nonton. Terlebih ada yang bisa aku laporkan pada Hande Cogalmi, sahabatku dari Turkey, bahwa aku bisa nonton film asli garapan orang Turkey yang sebelumnya tidak pernah film-film made in Turkey berseliweran di Indonesia. Selain itu, karena kami sudah memiliki ma`lumat sabiqah (informasi awal) tentang kisah sejarah penaklukan Konstantinopel dari perhalaqahan di Hizbut Tahrir, tentang apa kehebatannya, apa nilai moral dan ruhiyahnya, dan apa nilai plus yang menyebabkan film ini sangat perlu ditonton?

Namun antusiasme ini sepertinya tidak ada di benak para tetangga. Mereka masih sedikit aneh apalagi debngan bahasa di film tersebut yang menggunakan bahasa Turkish asli dengan terjemahan bahasa Indonesia. Sepertinya terlalu berat untuk ditonton mereka. Tapi setidaknya ini semakin menggambarkan kondisi penaklukan Konstantinopel padaku secara pribadi dan keluargaku (apa, dadan, uwa enok, a sesep dan teh ena).

Hanya sjaa, ada hal yang bikin aku illfeel  dengan film tersebut,
1.    Kenapa istri sulthan mehmet (khalifah) tidak menutup auratnya dengan sempurna?
2.    Kenapa wanita muslim yang membuat meriam malah  memadu kasih dengan Hassan?
3.   Kenapa  pula banyak adegan-adegan seronok seperti ciuman, pakaian terbuka, tarian vulgar yang ditayangkan 2 kali dalam film tersebut?

Aku pikir, pembuat film ini adalah antek-antek sekuler seperti halnya Hanung Bramayanto yang giat banget membuat film-film yang mencoreng agama Islam seperti ayat-ayat cinta, perempuan berkalung sorban, dan (apa sih yang ada adegan fight itu? -_-` lupaaaa) yang film-nya seolah Islami malah penuh dengan propaganda mendeskritkan islam. Aku sangat kecewa dengan film ini. Dan menyesal malah dinobarkan dengan para tetangga.

Dan kekecewaanku semakin mejadi-jadi saat aku meneruskan menonton sinetron “InsyaAllah ada jalan” (karena aku dapat info, kalau malam ini adalah sinetron episode terakhir). Tapi dengan ending cerita yang super duper geje. Masak selama 40 hari pencarian ustad Basofi bersama Fadly, Maher Zain tidak bertemu dengan beliau. Alias upayanya selama ini nihil. Tiba-tiba Maher harus segera ke BAndara untuk balik ke Swedia, tanpa ketemu dulu dengan ustadz Basofi. Cepek deh!!! *.*!!!

Aku janji, mulai malam ini aku harus belajar serius menulis scenario film. Sebab, sampai saat ini aku Cuma bisa mengkritik-kritik doang. Itu tidak bijak. Aku harus belajar. Aku ingin mempersembahkan tontonan yang menarik untukku, keluargaku, anak-anak didikku, dan masyarakat seluruhnya.

Modal semangat saja tidak cukup. Harus ada upaya nyata dengan menulis dan berkarya. yeah!



No comments:

Post a Comment