Sunday 16 September 2012

Sang Penyair dari Austria....


Tidak pernah terbayang sebelumnya, aku bisa jalan-jalan malam hari di kota Cirebon. Selama empat tahun lebih baru malam ini aku melakukannya. Eva Riskiani adalah partnerku yang mau aku ajak ngebolang malam-malam. Teringat waktu kami semester  1 yang pernah nonton pagelaran drama perdana anak-anak UKM Teater IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Aku pengen banget menyaksikan kepiawaian para pemain yang acting dalam pementasan tersebut. Saat itulah, aku dan Eva pertama kalinya keluar  malam di sekitar kampus. Apalagi saat itu sedang musim hujan.
Saat itu gerimis…kami berdua jalan kaki menuju kost-anku yang ada di Kandang Perahu. Kebayang banget jauhnya. Dari ICC ke kandang perahu. Lantaran kalau pulang ke Imsawati (kost-annya Eva) gerbangnya udah ditutup. Kalau kost-an aku sih aman. Ada Pipit teman sekamarku yang bisa aku calling untuk bukain gerbang dan pintu depan. Ohhh….  Pengalaman yang bikin deg-degan. Jam 11 malam masih berkeliaran. Gak bakalan gitu lagi kecuali genting. Maksa.com :P

Nah, keliaran ini ternyata dilakukan lagi. Aih, kayaknya tidak serendah itu deh aku tidak keliaran seperti night butterfly (kupu-kupu malam), aku jelas pergi menghadiri peluncuran seri Puisi Jerman karya Georg Trakl jilid ke VII di Pendopo Cirebon yang diselenggarakan oleh Goethe-Institute dan mitra-mitranya di Indonesia. Aku penikmat dan pecinta seni. Aku suka drama, film, puisi, novel music religi, klasik, jazz, instrument dan akustik sederhana dari petikan tangan-tangan seniman. Hanya saja, aku baru sebatas penikmat, penyuka, pecinta. Aku belum bisa seperti mereka. Yang berani dan jujur mengekspresikan diri mereka secara lugas nan cerdas. Aku mau menghasilkan karya seni yang bisa menginspirasi orang lain, bermanfaat, terutama memuat misi amar makruf nahi munkar, karena itulah hakikat inspirasional sebuah maha karya. Tengok novel laskar pelangi, ayat-ayat cinta, ketika cinta bertasbih, Toto Chan, indahnya pacaran setelah menikah, dll…

Sekitar jam 19.30-an kami berdua nyampe ke Pendopo. Di sana, rupanya sudah banyak penonton yang hadir. Sayangnya, tarian tradisional anak-anak sepertinya sudah digelar. Karena bunga-bunga melati bertaburan di sekitar pendopo, dan kedua pembicara, Pak Agus R. Sarjono dengan Berthold Damshäuser telah berkalung melati juga. Agak gugup, kami mengambil kursi tepat di belakang pembicara. Aku yakin, mereka seniman dan mereka akan sangat besahabat dengan kita. Tidak akan banyak bertanya kepada kita bahkan membunuh kita. Acara-acara seni selalu menjadi acara yang nyantai, bersahabat, ringan dan tidak membosankan. Berbeda dengan acara-acara Liqo, konferensi, seminar, dll.

Jujur, sebenarnya motivasiku mengikuti peluncuran kumpulan puisi ini dilator belakangi oleh rasa ingin tahu siapa Georg Trakl tersebut. Terlebih penulisnya dan pembendahnya adalah orang yang berbahasa Jerman, aku pastinya tertarik untuk mendengarkan bunyi-bunyi bahasa Jerman (Deutschih) yang telah lama aku lupakan. Kangen banget belajar itu…. Makanya aku ajak beberapa temanku untuk mengantarku dating ke Pendopo. Dari sekian teman itu, yang bersedia Cuma Eva. Padahal aku tahu dia bukanlah tipikal orang yang suka seni, suka sastra, bahasa, tapi motivasi dia adalah ingin jalan-jalan malam, refreshing doank. Tapi itu tak mengapa, karena dia sudah mengobati rasa penasaranku terhadap pagelaran puisi Bahasa Jerman ini. Apalagi dia bawa otor, sangat terbantulah aku. Alhamdulillah Rabb, thank you Eva….:)

Tapi kejanggalan terjadi. Ketika aku baca biografi penulis puisi ini yang aku baca dalam gift untuk peserta. 

Deskripsinya sebagai berikut:

George Trakl (1887-1914) termasuk penyair berbahasa Jerman yang apling berpengaruh pada abad ke-20. Ia tidak saja dikagumi oleh para penyair dari generasi berikutnya. Tapi juga oleh para filosof. Misalnya Martin Heidegger dan Ludwig Wittgenstein. Perpuisian Trakl yang dianggap mewakili aliran ekspresionisme memesonakan karena pengolahan bahasa yang dahsyat, metaphor-metaforny yang gelap dan intensif, dan arom tragedy kehidupan sang penyair cemerlang ini. Pada umur 27 tahun Georg Trakl yang kecanduan narkoba dan sakit jiwa membunuh diri. Melalui kumpulan puisi Trakl yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Agus R. Sarjono dan Berthold Damshäuser untuk Seri Puisi Jerman VII, pembaca Indonesia untuk pertama kalinya dapat memperoleh kesan yang agak representative tentang puisi-puisi Trakl yang jumlahnya relative sedikit. Tema-tema menonjol pada perpuisian Trakl diataranya adalah: Rasa putus asa dan keterasingan manusia modern, rasa benci terhadap peradaban modern, kerinduan akan maut, suasana keruntuhan, mimpi dan kelam jiwa namun sekaligus kuatnya kerinduan akan Tuhan yang terasa jauh. Di samping itu, trauma-trauma pribadi, termasuk cinta terlarang kepada adik perempuan sendiri. Semua kekelaman ini ditulis dalam diksi dan ungkapan yang cemerlang menjelma puisi-puisi musical, unik, dan magis khas sang maestro kata Georg Trakl.

Yah, saya sempat nyinyir dan baru sadar, apa sih yang dikagumi dari penyair yang seorang pecandu narkoba, jatuh cinta pada adik perempuannya, sakit jiwa dan akhirnya bunuh diri seperti dia?. Pertanyaanku sempat ditanyakan juga oleh salah seorang peserta. "Apa sih teladan yang bisa kita ambil dari dirinya?"

Para pembicara menjawab bahwasannya; “Memang penyair itu bukan nabi yang setiap kata-katanya menjadi tuntunan. Tapi marilah kita lihat, dan mari rasakan metafor-metafor bahasa yang dibuat Georg sangatlah Indah. Ia menggambarkan keputus asaan, keheningan dan ketakutan, yang membuat pembacanya merasakan betul penderitaan yang sedang dialaminya. Kita posisikan diri kita sebagai penikmat bahasanya".

Hmmm…. Apa yang bisa dinikmati dari itu? Saya merasa hal yang sia-sia jika terus membahas tentang keputus asaan. Ketakutan yang disebabkan oleh duniawi. Karena Allah swt melarang aku sebagai hambaNya untuk tidak bersikap lemah dan menikmati bahasa-bahasa keputus asaan, karena aku seorang Muslimah.

Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia [maksudnya, tidak beriman kepada pembangkitan di hari Kiamat, hisab dan pembalasan], maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok." (QS Al Kahfi [18]: 103-106)

Astagfirullah al`adzim… ampuni dosa hamba ya Rabb… jauhilah aku dari aktifitas kesia-siaan yang menyelimutiku. Aamiin....

No comments:

Post a Comment