Tuesday 25 June 2013

KKN POSDAYA



Hidup di tengah masyarakat yang berbeda budaya, bahasa dan adat itu ternyata tidak mudah. Itu kesimpulanku saat tersadar kalau aku sudah 1 minggu berinteraksi dengan warga di desa Kalensari Kec. Widasari Kab. Indramayu. Sekedar berinteraksi saja sudah dirasa susah, bagaimana menciptakan  perubahan di masyarakat?


Pada tanggal 28 Juni 2012 s.d 6 Agustus 2012, aku ditugasi ber-KKN ria (Kuliah Kerja Nyata) oleh kampusku; IAIN Syekh Nurjati Cirebon, bukan untuk memelihara pesimisme dan ngagugulung gak bisa saja. Karena ini pembelajaranku menjadi agent of change yang harus berusaha mengkaji masalah, potensi dan mencari solusi yang tepat, guna meningkatkan pembangunan di daerah tersebut.

Indramayu adalah daerah jajahanku (jajahan untuk kehidupan yang lebih baik :D), daerah yang terkenal dengan prostitusi dan pengekspor terbesar Tenaga Kerja Wanita (TKW) di wilayah Jawa Barat.
Berbekal ilmu hasil workshop KKN tematik POSDAYA (Pos Pemberdayaan Keluarga) “Berbasis Mesjid”, kami satu tim melaksanakan penjajagan/ observasi. Mencari data ke instansi desa, mewawancara warga, survey keluarga, dan sebagainya. Sampai akhirnya kami mengantongi data dan info segala hal tentang desa.

Sayangnya, dari setiap refleksi (rapat kordinasi) yang kami adakan tiap malam, aku sering bersitegang dalam mengindentifikasi persoalan, menganalisa masalah, cara mengurai dan menggiringnya pada aksi solutif.

“Teh…kita tidak usah membahas kenapa perempuan di Indramayu ini banyak yang menjadi TKW ke luar negeri. Karena itu sudah menjadi persoalan pemerintah Indramayu hadapi. Persoalan ini sangat pelik dan menahun. Kita KKN di sini Cuma 40 hari lo teh… rasanya ga mungkin merubah pandangan masyarakat yang sudah mengakar dari dulu itu.” Ucap tmanku saat kami rapat di posko.

“Teh… masih banyak yang harus kita fikirkan untuk melakukan aksi nyata/real yang bisa kita kerjakan.” Ajaknya berhasil membuatku diam.

Dalam batinku, kenapa mereka tidak melihat persoalan daerah ini sama sepertiku? Bukankah ini berkorelasi dengan judul KKN kita? Pos Pemberdayaan Keluarga (POSDAYA)? Bagaimana mau membangun keluarga yang berkualitas kalau element penting  sebuah keluarga YAITU SEORANG ISTRI & IBU keberadaannnya tidak ada di rumah? Mau apa coba? Akankah mewujud berdaya?

Melihat fakta Indramayu sebagai daerah terbesar pengekspor TKW ke luar negeri di Jabar, aku jadi miris dan pilu akan buramnya potret keluarga dan masa depan generasi bangsa. Tengok saja, dengan keputusan seorang istri bekerja jadi TKW selama beberapa tahun tersebut, berarti dia meninggalkan perannya 24 jam sebagai seorang istri untuk suaminya. Mungkin bagi laki-laki yang kuat iman, mereka bisa setia dan berjuang sekuat tenaga mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Namun tidak sedikit pria yang akhirnya mereka lari pada perempuan lain yang bisa memenuhi kebutuhan lahir dan batinnya dari sosok seorang istri.

Retaklah bangunan instutusi keluarga tersebut akibat tindakan istri bekerja ke luar negeri. Ini bukan berarti aku menyalahkan istri, tapi pada beberapa kasus yang aku temukan, ternyata berangkatnya si istri ke luar negeri karena permintaan suami dan keluarga mereka, saking sudah lumrah. Sudah membudaya. Mereka itu bego karena seolah mendorongnya ke lembah jurang. Yang paling bego lagi, negara yang justru malah meraup keuntungan dengan diekspornya TKW ke luar negri. 

Masih tentang retaknya institusi keluarga, jika seorang istri tersebut memiliki anak maka makin parahlah problema yang dihadapi keluarga TKW tersebut. Aku melihat ketika acara pengajian ibu-ibu, para ibu-ibu yang telah udzur tersebut kerepotan membawa cucu-cucunya. Aku melihat banyak anak-anak usia 2 – 6 tahun yang ditinggal ibunya kerja. Padahal anak diusia itu sedang membutuhkan pendidikan aqidah dan akhlak yang kuat sebagai pondasi mereka saat berranjak  remaja. Kasih sayang, perhatian, dan teladan.. Bisa dibayangkan, seorang anak dalam usia golden age diasuh oleh seorang nenek yang telah tua? Renta, lemah dan sering sakit? Mampukah mereka mengasuhnya seperti seorang ibu? Belum lagi pengetahuan seorang nenek akan sangat ketinggalan dengan zaman yang sedah jauh berkembang. Akan seperti apa jadinya?

Itulah mungkin jawaban atas pertanyaan “Kenapa rata-rata kecerdasan di desa ini kurang, sampai kelas 5 SD mereka masih iqro? Kenapa anak-anak di daerahku, mereka sudah membaca Al-Qur`an ketika usia 6 tahun?”

Lalu, bagaimana nasib para remaja yang ditinggal ibu mereka bekerja jadi TKW? lebih parah lagi!  Karena kurangnya kontrol dari orang tua, karena lepas dari perhatian seorang ibu. Sebutan RCTI atau Randa Cilik Turunan Indramayu memang santer terdengar sampai ke daerah lain. Bahkan, ini juga yang menyebabkan angka prostitusi di daerah ini masih tertinggi di Jawa Barat.

Selain itu, Ada dua anak didikku yang sering bermain dan belajar bersama peserta KKN. Namanya Fulanah, dia anak kelas 3 SD. Dia sangat cantik dan manis. Aku melihat wajah artis-artis bollywood dari rautnya, mirip-mirip Kareena Kapoor gitu. Aku mendapat informasi kalau Fulanah ini anak majikannya dimana ibunya bekerja jadi TKW di India. Anak lainnya kelas 4, sebut saja Fulan. Dia hitam manis, hidung mancung, bibir tipis, alis tebal, ras timur tengah. Menurut ibu kos, bapaknya Fulan itu orang arab, tapi gak tau siapa. Wallahua`lam...

Bagaimana dengan masa depan mereka ya, jika sampai akhir dewasa mereka tak tahu siapa Ayah kandung mereka? Masalahnya paras mereka itu didominasi oleh gen ayahnya! Bukan wajah pribumi.
Problem dan masalah TKW di Indramayu yang paling membuatku tak bisa tidur. Dan ini yang membuatku selalu galau dan gelisah. Mendirikan IRMAS, mengadakan Lomba untuk meningkatkan Seni dan Bakat anak-anak, Penyuluhan program KB, dan penyuluhan kesehatan bagi anak-anak sekolah dasar, bagiku tidak terlalu urgen. Tapi TKW ini.

Aku faham akar masalah menjamurnya TKW ini akibat sistem ekonomi Kapitalistik yang tidak telah memiskinkan rakyat, memicu para perempuan untuk keluar rumah mencari nafkah, didukung pula sistem demokrasi yang memilki pilar liberalisme, mendorong perempuan agar tak takut dan tak merasa bersalah untuk bekerja dan eksis di luar rumah. Ada kelompok feminis yang siap membela perempuan pekerja. Selain itu sistem kehidupan sekularisme yang mengharamkan agama mengatur urusan negara, memicu permasalahan ini tak kunjung final.

Maka untuk itu aku tidak heran jika solusi yang aku tawarkan tidak diterima teman-teman. Karena yang kutawarkan adalah perubahan sistem menjadi sistem Islam dalam naungan Khilafah Rasyidah. Perubahan apa lagi kalau bukan perubahan kearah sana? Lagi-lagi, aku tak perlu menggugat, kenapa mereka tak faham itu? Ini karena dakwah Syariah dan Khilafah belum menjadi buah bibir di Indonesia termasuk di kampusku yang tercinta. (PR besar buatku).


Rencanaku ke depan, saat aku benar-benar akan terjun di masyarakat (mean: setelah aku wisuda) aku harus giat lagi untuk melatih diri agar piawai dalam medidik masyarakat dan tak takut untuk amar ma`ruf nahi munkar, karena Islam selalu disampaikan melalui lisan-lisan dan tulisan. Kelak, aku juga akan bergabung dalam sebuah komunitas perempuan yang mewujudkan keluarga samara dan diridhoi Allah juga masuk barisan pertama yang menjadi musuh ide-ide Feminis/gerakan gender. Dan tak kalah penting, aku akan istiqomah bergabung dalam sebuah jama`ah/partai yang bekerja keras mewujudkan bisyarah (janji) Rosulullah tentang akan kembalinya keKhilafahan Islam ke-2 (Daulah `ala Minhaj An-Nubuwah).

Semoga Allah SWT membuka keimanan kaum muslim, khususnya kaum Muslimin Indonesia agar sama-sama merindukan kembali kehidupan Islam agar terbuka pintu Rahmat dan Ridho Allah sehingga segala masalah yang membelenggu negeri kita terutama masalah TKW ini bisa cepat teratasi. Aamiinn.... Allahumma taqobbal du`aanaa....

No comments:

Post a Comment