Hidup
di tengah masyarakat yang berbeda budaya, bahasa dan adat itu ternyata tidak
mudah. Itu kesimpulanku saat tersadar kalau aku sudah 1 minggu berinteraksi
dengan warga di desa Kalensari Kec. Widasari Kab. Indramayu. Sekedar
berinteraksi saja sudah dirasa susah, bagaimana menciptakan perubahan di masyarakat?
Pada
tanggal 28 Juni 2012 s.d 6 Agustus 2012, aku ditugasi ber-KKN ria (Kuliah Kerja
Nyata) oleh kampusku; IAIN Syekh Nurjati Cirebon, bukan untuk memelihara
pesimisme dan ngagugulung gak bisa
saja. Karena ini pembelajaranku menjadi agent
of change yang harus berusaha mengkaji masalah, potensi dan mencari solusi
yang tepat, guna meningkatkan pembangunan di daerah tersebut.
Indramayu
adalah daerah jajahanku (jajahan untuk kehidupan yang lebih baik :D), daerah
yang terkenal dengan prostitusi dan pengekspor terbesar Tenaga Kerja Wanita
(TKW) di wilayah Jawa Barat.
Berbekal
ilmu hasil workshop KKN tematik POSDAYA (Pos Pemberdayaan Keluarga) “Berbasis
Mesjid”, kami satu tim melaksanakan penjajagan/ observasi. Mencari data ke
instansi desa, mewawancara warga, survey keluarga, dan sebagainya. Sampai
akhirnya kami mengantongi data dan info segala hal tentang desa.
Sayangnya,
dari setiap refleksi (rapat kordinasi) yang kami adakan tiap malam, aku sering bersitegang dalam mengindentifikasi persoalan, menganalisa
masalah, cara mengurai dan menggiringnya pada aksi solutif.
“Teh…kita
tidak usah membahas kenapa perempuan di Indramayu ini banyak yang menjadi TKW
ke luar negeri. Karena itu sudah menjadi persoalan pemerintah Indramayu hadapi.
Persoalan ini sangat pelik dan menahun. Kita KKN di sini Cuma 40 hari lo teh…
rasanya ga mungkin merubah pandangan masyarakat yang sudah mengakar dari dulu
itu.” Ucap tmanku saat kami rapat di posko.
“Teh…
masih banyak yang harus kita fikirkan untuk melakukan aksi nyata/real yang bisa
kita kerjakan.” Ajaknya berhasil membuatku diam.
Dalam
batinku, kenapa mereka tidak melihat persoalan daerah ini sama sepertiku? Bukankah
ini berkorelasi dengan judul KKN kita? Pos Pemberdayaan Keluarga (POSDAYA)?
Bagaimana mau membangun keluarga yang berkualitas kalau element penting sebuah keluarga YAITU SEORANG ISTRI & IBU
keberadaannnya tidak ada di rumah? Mau apa coba? Akankah mewujud berdaya?
Melihat
fakta Indramayu sebagai daerah terbesar pengekspor TKW ke luar negeri di Jabar, aku
jadi miris dan pilu akan buramnya potret keluarga dan masa depan generasi
bangsa. Tengok saja, dengan keputusan seorang istri bekerja jadi TKW selama
beberapa tahun tersebut, berarti dia meninggalkan perannya 24 jam sebagai
seorang istri untuk suaminya. Mungkin bagi laki-laki yang kuat iman, mereka
bisa setia dan berjuang sekuat tenaga mempertahankan keutuhan rumah tangganya.
Namun tidak sedikit pria yang akhirnya mereka lari pada perempuan lain yang
bisa memenuhi kebutuhan lahir dan batinnya dari sosok seorang istri.
Retaklah
bangunan instutusi keluarga tersebut akibat tindakan istri bekerja ke luar
negeri. Ini bukan berarti aku menyalahkan istri, tapi pada beberapa kasus yang aku
temukan, ternyata berangkatnya si istri ke luar negeri karena permintaan suami dan
keluarga mereka, saking sudah lumrah. Sudah membudaya. Mereka itu bego karena
seolah mendorongnya ke lembah jurang. Yang paling bego lagi, negara yang justru
malah meraup keuntungan dengan diekspornya TKW ke luar negri.
Masih
tentang retaknya institusi keluarga, jika seorang istri tersebut memiliki anak
maka makin parahlah problema yang dihadapi keluarga TKW tersebut. Aku melihat ketika
acara pengajian ibu-ibu, para ibu-ibu yang telah udzur tersebut kerepotan membawa
cucu-cucunya. Aku melihat banyak anak-anak usia 2 – 6 tahun yang ditinggal ibunya
kerja. Padahal anak diusia itu sedang membutuhkan pendidikan aqidah dan akhlak
yang kuat sebagai pondasi mereka saat berranjak
remaja. Kasih sayang, perhatian, dan teladan.. Bisa dibayangkan, seorang
anak dalam usia golden age diasuh
oleh seorang nenek yang telah tua? Renta, lemah dan sering sakit? Mampukah
mereka mengasuhnya seperti seorang ibu? Belum lagi pengetahuan seorang nenek
akan sangat ketinggalan dengan zaman yang sedah jauh berkembang. Akan seperti
apa jadinya?
Itulah
mungkin jawaban atas pertanyaan “Kenapa rata-rata kecerdasan di desa ini
kurang, sampai kelas 5 SD mereka masih iqro? Kenapa anak-anak di daerahku,
mereka sudah membaca Al-Qur`an ketika usia 6 tahun?”
Lalu,
bagaimana nasib para remaja yang ditinggal ibu mereka bekerja jadi TKW? lebih
parah lagi! Karena kurangnya kontrol dari
orang tua, karena lepas dari perhatian seorang ibu. Sebutan RCTI atau Randa
Cilik Turunan Indramayu memang santer terdengar sampai ke daerah lain. Bahkan,
ini juga yang menyebabkan angka prostitusi di daerah ini masih tertinggi di
Jawa Barat.
Selain
itu, Ada dua anak didikku yang sering bermain dan belajar bersama peserta KKN.
Namanya Fulanah, dia anak kelas 3 SD. Dia sangat cantik dan manis. Aku melihat
wajah artis-artis bollywood dari
rautnya, mirip-mirip Kareena Kapoor gitu. Aku mendapat informasi kalau Fulanah
ini anak majikannya dimana ibunya bekerja jadi TKW di India. Anak lainnya kelas
4, sebut saja Fulan. Dia hitam manis, hidung mancung, bibir tipis, alis tebal, ras
timur tengah. Menurut ibu kos, bapaknya Fulan itu orang arab, tapi gak tau
siapa. Wallahua`lam...
Bagaimana
dengan masa depan mereka ya, jika sampai akhir dewasa mereka tak tahu siapa
Ayah kandung mereka? Masalahnya paras mereka itu didominasi oleh gen ayahnya! Bukan
wajah pribumi.
Problem
dan masalah TKW di Indramayu yang paling membuatku tak bisa tidur. Dan ini yang
membuatku selalu galau dan gelisah. Mendirikan IRMAS, mengadakan Lomba untuk
meningkatkan Seni dan Bakat anak-anak, Penyuluhan program KB, dan penyuluhan
kesehatan bagi anak-anak sekolah dasar, bagiku tidak terlalu urgen. Tapi TKW
ini.
Aku
faham akar masalah menjamurnya TKW ini akibat sistem ekonomi Kapitalistik yang
tidak telah memiskinkan rakyat, memicu para perempuan untuk keluar rumah
mencari nafkah, didukung pula sistem demokrasi yang memilki pilar liberalisme, mendorong
perempuan agar tak takut dan tak merasa bersalah untuk bekerja dan eksis di
luar rumah. Ada kelompok feminis yang siap membela perempuan pekerja. Selain
itu sistem kehidupan sekularisme yang mengharamkan agama mengatur urusan
negara, memicu permasalahan ini tak kunjung final.
Maka
untuk itu aku tidak heran jika solusi yang aku tawarkan tidak diterima
teman-teman. Karena yang kutawarkan adalah perubahan sistem menjadi sistem
Islam dalam naungan Khilafah Rasyidah. Perubahan apa lagi kalau bukan perubahan
kearah sana? Lagi-lagi, aku tak perlu menggugat, kenapa mereka tak faham itu?
Ini karena dakwah Syariah dan Khilafah belum menjadi buah bibir di Indonesia
termasuk di kampusku yang tercinta. (PR besar buatku).
Rencanaku
ke depan, saat aku benar-benar akan terjun di masyarakat (mean: setelah aku
wisuda) aku harus giat lagi untuk melatih diri agar piawai dalam medidik masyarakat dan
tak takut untuk amar ma`ruf nahi munkar, karena Islam selalu disampaikan
melalui lisan-lisan dan tulisan. Kelak, aku juga akan bergabung dalam sebuah
komunitas perempuan yang mewujudkan keluarga samara dan diridhoi Allah juga
masuk barisan pertama yang menjadi musuh ide-ide Feminis/gerakan gender. Dan
tak kalah penting, aku akan istiqomah bergabung dalam sebuah jama`ah/partai
yang bekerja keras mewujudkan bisyarah (janji) Rosulullah tentang akan
kembalinya keKhilafahan Islam ke-2 (Daulah `ala Minhaj An-Nubuwah).
Semoga
Allah SWT membuka keimanan kaum muslim, khususnya kaum Muslimin Indonesia agar
sama-sama merindukan kembali kehidupan Islam agar terbuka pintu Rahmat dan
Ridho Allah sehingga segala masalah yang membelenggu negeri kita terutama masalah TKW ini bisa cepat
teratasi. Aamiinn.... Allahumma taqobbal du`aanaa....
No comments:
Post a Comment