Friday 9 September 2011

MENJADI PAHLAWAN MASA KINI

Oleh: Ika Mustaqiroh, S.Pd.I
Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda-Inggris yang terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan. Dengan pekikan “Allahu Akbar” yang dikumandangkan Bung Tomo, dan Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh pimpinan NU, mampu membakar semangat para kiai, santri, para pemuda, dan seluruh komponen umat Islam berbondong-bondong menuju Surabaya (yang kemudian disebut dengan Arek-arek Suroboyo) untuk berjihad melawan keangkuhan para penjajah.

Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut, telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini, kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh bangsa Indonesia hingga sekarang. Dengan meneladani jasa-jasa para pahlawan pada masa itu, apakah kita bisa menjadi pahlawan masa kini yang melawan segala bentuk penjajahan?
Arti pahlawan menurut kamus besar bahasa Indonesia, berasal dari bahasa sangsekerta, terdiri dari dua kata, pahla dan wan. Pahla berarti buah, sedangkan wan bermakna sebutan bagi orangnya (bersangkutan). Dulu gelar pahlawan diberikan kepada siapa saja yang mati di medan pertempuran baik mati karena membela bangsa dan negaranya maupun agamanya. Namun di era modern ini gelar pahlawan menjadi lebih luas dan tidak ada batasan yang jelas. Misalnya para Tenaga Kerja Wanita (TKW) disebut sebagai para pahlawan devisa. Guru yang mengajar disekolah diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Karena tidak adanya batasan dari makna pahlawan ini, sempat terjadi perdebatan dikalangan tokoh negeri ini tentang layak kah soeharto, presiden kedua republik ini diberi gelar pahlawan nasional?
Secara umum dapatlah disimpulkan bahwa pahlawan adalah gelar untuk orang yang dianggap berjasa karena telah berjuang mengorbankan waktu, jiwa dan raganya demi kebaikan orang banyak. Namun makna ini terbatas untuk negara yang menganut ideologi sekuler. Maka dari itu mudah sekali bagi institusi tertentu memperjuangkan seseorang agar diberi gelar pahlawan asalkan orang tersebut berkontribusi pada orang banyak. Seperti itulah kalau sistem yang dipakai adalah sekuler, tidak ada hukum agama yang dipakai. Berbeda halnya dengan konsep pahlawan dalam Islam. Pahlawan dalam Islam adalah orang yang berani memperjuangkan Islam sampai ia dimenangkan atau mati dalam perjuangan tersebut. Orang-orang yang berjuang itu pun tidak memperdulikan apakah ia bakal mendapat penghargaan atau tidak dari institusi manapun, yang mereka harapkan adalah keridhaan dari Allah SWT. Sehingga para pahlawan tersebut benar-benar ikhlas dalam perjuangannya.
Namun, Perjuangan para pahlawan dahulu berbeda dengan perjuangan pada saat ini. Karena para pejuang dan pahlawan dulu berjuang melepaskan diri dari belenggu penjajahan kolonialisme secara fisik, kalau sekarang penjajahan secara intelektual. Secara geografis Indonesia memang sudah merdeka dari jajahan pihak asing. Namun secara ideologi, ekonomi, dan kemandirian dalam mengatur negara dan rakyat, ternyata Indonesia masih belum berdaulat, lantaran masih dijajah oleh sejumlah negara asing.
Penerapan demokrasi di Indonesia adalah bagian dari alat penjajahan yang dilakukan oleh negara-negara barat imperialis, seperti pernyataan yang dilontarkan oleh Bush pada pidatonya: ”Jika kita hendak mempertahankan dan melindungi negara kita (AS) dalam jangka panjang, maka hal terbaik yang kita lakukan adalah menyebarluaskan demokrasi dan kebebasan (liberalism)”. (Kompas, 6/11/2004), serta dokumen yang dikeluarkan Gedung Putih (The National Security Strategy USA), yang berisikan 5 Program utama untuk melawan dan menghambat ideologi yang dikhawatirkan akan muncul sebagai tandingan dan mengancam eksistensi kepemimpinan ideologi mereka (kapitalisme). Ideologi yang dimaksud tidak lain dan tidak bukan adalah ideologi Islam, dan 5 Agenda itu: Demokrasi, HAM, Pasar Bebas, Senjata Pemusnah Massal dan Terorisme yang semuanya dikemas dalam bentuk Globalisasi.
Berangkat dari semuanya itu, maka jargon demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat hanyalah sebuah slogan manis yang berisikan racun untuk menina-bobokkan rakyat, yang juga hanya sebatas dongeng yang di susupkan kedalam kurikulum pendidikan, namun setelah kita analisa, maka wajah asli demokrasi kini telah nampak bahwa demokrasi hanyalah sistem dari rakyat, oleh penguasa, untuk pengusaha dan tuan-tuan imperialis adidaya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai legislasi undang-undang yang sarat kepentingan asing seperti UU Penanaman Modal, UU Minerba, dan UU Ketenagalistrikan.
Disinilah esensi seruan Selamatkan Indonesia dengan Syariah yang gencar diserukan oleh umat islam selain dari tuntutan aqidah juga sebagai solusi agar kita bisa keluar dari kolonialisme ini. Karena hanya dengan sistem berdasar syariah yang dipimpin oleh seorang khalifah, Indonesia dan juga dunia, benar-benar bisa menjadi baik. Sistem syariah memiliki paradigma yang jelas bahwa memimpin adalah amanah dari Allah dan syariah adalah jalan satu-satunya untuk memberikan kebaikan dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam semesta, sehingga kedzaliman dan penjajahan bisa dihapuskan di muka bumi.

Dengan kita gencar menyerukan bahwa Syari`ah yang akan menyelamatkan dan menyejahterakan Indonesia, adalah upaya menjadi pahlawan pada masa kini. Kita berjuang melepaskan diri dari demokrasi sebagai alat penjajahan imperialis barat. Tentu bukan hanya berjuang untuk Indonesia saja, tapi untuk kaum Muslim di seluruh dunia dan juga umat manusia di muka bumi ini. Yang namanya perjuangan pasti akan menuntut pengorbanan harta, waktu, tenaga, bahkan nyawa kita, tapi yakinkan diri bahwa perjuangan kita bukan untuk mendapat penghargaan dari institusi manapun, tapi yang kita harapkan adalah keridhaan dari Allah swt dan menghentikan bentuk penjajahan dan perbudakan asing terhadap bangsa kita. InsyaAllah… []

*Dimuat di Islampos

No comments:

Post a Comment